Giripurno, Batu – 14 April 2025 — Dalam semangat melestarikan dan menggali kembali sejarah serta nilai-nilai budaya leluhur, Lembaga Adat “Lejar” Desa Giripurno, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, menyelenggarakan acara bertajuk Sarasehan Bedah Syawal dan Ritual Adat Purnama Syawal yang digelar di Pendopo Punden Mbah Ganden pada Senin malam (14/04).
Acara yang dimulai pukul 19.30 WIB ini dihadiri oleh Camat Bumiaji, Kepala Desa Giripurno, Ketua BPD Desa Giripurno, Seluruh lembaga desa, serta tokoh masyarakat dari berbagai dusun. Kehadiran para pemangku kepentingan desa menandai pentingnya pelestarian nilai-nilai budaya lokal dalam membentuk jati diri masyarakat.
Kegiatan ini terbagi dalam dua bagian utama, yaitu Ritual Adat Purnama Syawal dan Sarasehan Bedah Syawal Versi Adat Lajar. Prosesi diawali dengan ritual adat sebagai wujud syukur atas datangnya bulan Syawal setelah menjalani ibadah Ramadan. Suasana terasa sakral ketika alunan gamelan mulai terdengar, berpadu dengan kendang dan bunyi gong yang menggetarkan hati. Nada-nada tradisional itu membawa peserta dalam suasana khidmat sekaligus hangat, mengingatkan pada akar budaya yang dalam dan mengikat antarwarga desa.
Usai prosesi ritual, acara berlanjut dengan sarasehan. Dalam forum terbuka ini, para sesepuh dari setiap Dusun mulai dari Dusun Durek hingga Dusun Sumbersar secara bergantian menyampaikan kisah dan pemahaman tentang makna bulan Syawal, filosofi ketupat, hingga tradisi khas Giripurno seperti Galak Gampil. Diskusi berlangsung makna, diselingi tanya jawab yang hidup dan penuh antusiasme, menjadikan malam itu bukan hanya sebagai ajang berkumpul, tetapi juga ruang transfer pengetahuan lintas generasi.
Ketua Lembaga Adat Desa Giripurno, Eko Wiyono, menyampaikan bahwa sarasehan ini adalah bagian dari inisiatif jangka panjang untuk membukukan sejarah Desa Giripurno versi adat. “Ini bukan sekadar pertemuan, tapi bagian dari perjalanan menyusun narasi sejarah desa kita dari lisan para sesepuh. Setiap bulan purnama, kami akan terus mengadakan sarasehan seperti ini agar sejarah dan budaya desa tidak hilang tertelan zaman,” ungkapnya.
Dengan suasana yang dibalut nuansa adat pakaian bebas dengan anjuran mengenakan udeng atau blangkon — serta diiringi bunyi-bunyi gamelan yang lembut dan menyentuh, acara malam itu menjadi bukti nyata bahwa tradisi masih hidup dan bernapas di tengah masyarakat. Denting saron, gemuruh gong, dan ritmis kendang mengiringi tiap rangkaian acara dengan penuh kekhidmatan, seolah mempertemukan masa lalu dan masa kini dalam satu ruang budaya.
Acara ini menjadi awal dari agenda bulanan Lembaga Adat Giripurno yang tidak hanya bertujuan menggali sejarah dan makna-makna adat, tapi juga untuk mempererat hubungan antargenerasi, memperkuat identitas desa, dan menyiapkan warisan budaya yang terdokumentasi dengan baik untuk generasi mendatang.
Dengan semangat gotong royong pada budaya leluhur, Lembaga Adat “Lejar” menegaskan perannya sebagai penjaga nilai-nilai tradisi yang terus tumbuh dan hidup di bumi Giripurno tercinta.